
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Dalam Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2013, Herman lewat karyanya bertajuk: Sejarah Pesantren di Indonesia, menerangkan Pondok Pesantren adalah sistem pendidikan pertama dan tertua di Indonesia.
Karena sifat keislaman dan keindonesiaan terintegrasi dalam pesantren, hal ini menjadi daya tariknya. Belum lagi kesederhanaan, sistem manhaj yang apa adanya, hubungan kiai dan santri serta keadaan fisik yang serba sederhana.
Sedangkan Kiai tempat bertanya atau sumber refrensi, tempat menyelesaikan semua urusan, tempat meminta nasihat dan fatwa. Sedangkan masjid sebagai salah satu tempat belajar, dalam perkembangannya, pesantren dilengkapi dengan pondok sebagai tempat tinggal santri.
Yang menjadi ciri khas dari lembaga tersebut rasa keikhlasan yang dimiliki santri dan Kiai, hubungan mereka tidak hanya sekadar sebagai murid dan guru, tapi lebih seperti anak dan orang tua. Bentuk, sistem dan metode pesantren di Indonesia dapat dibagi menjadi dua priode.
Pertama, era Sunan Ampel (salafi) yang mencerminkan kesederhanaan secara konprehensif. Kedua, periode Gontor yang mencerminkan kemoderenan dalam sistem metode dan fisik bangunan.
Sehingga pada hakikatnya pesantren memiliki tiga unsur yakni; santri, kiai dan asrama.
Di pesantren inilah para santri dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama yang bersumber dari Al Quran, Hadits, dan kitab–kitab klasik.
Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Indonesia, Volume 2, Nomor 1 tahun 2023. Yang bertajuk: Asal Usul dan Perkembangan Pesantren di Indonesia. Yang ditulis Syah Zaimir dan Iswantir, menjelaskan pesantren adalah “Bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena tuntutan dan kebutuhan zaman.
Hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah, yang bila dirunut kembali, sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah: menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kaderkader ulama atau da’i (Hasbullah, 2001).
Pembangunan suatu pesantren didorong kebutuhan masyarakat terhadap lembaga pendidikan lanjutan. Namun, faktor guru yang memenuhi persyaratan keilmuan yang diperlukan akan sangat menentukan bagi tumbuhnya suatu pesantren.
Pada umumnya berdirinya suatu pesantren diawali dengan pengakuan masyarakat akan keunggulan dan ketinggian ilmu seorang guru atau kyai. Karena keinginan menuntut dan memperolah ilmu dari guru tersebut, maka masyarakat sekitar, bahkan dari luar daerah datang kepadanya untuk belajar.
Mereka lalu membangun tempat tinggal yang sederhana di sekitar tempat tinggal guru tersebut. Semakin tinggi ilmu seorang guru, semakin banyak pula orang dari luar daerah yang datang untuk menuntut ilmu kepadanya dan semakin besar pula pondok dan pesantrennya.
Kelangsungan hidup suatu pesantren amat tergantung kepada daya tarik tokoh sentral (kiai atau guru) yang memimpin, meneruskan atau mewarisinya.
Jika pewaris menguasai sepenuhnya baik pengetahuan keagamaan, wibawa, keterampilan mengajar dan kekayaan dan lainnya, maka umur pesantren akan lama bertahan.
Sebaliknya pesantren akan menjadi mundur dan mungkin hilang, jika pewaris atau keturunan kiai yang mewarisinya tidak memenuhi persyaratan. Jadi seorang figur pesantren memang sangat menentukan dan benarbenar diperlukan.
Perkataan pesantren berasal dari kata “santri” (Abangansantri, 1983) dengan awalan pe - di depan dan akhiran - an berarti tempat tinggal para santri .
Sedangkan asal usul kata “santri”, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. (Dhofier, 1994). Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa Sanskerta yang artinya melek huruf.
Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid agaknya didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertuliskan dan berbahasa arab.
Di sisi lain, Zamakhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Madjid, 1997).
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa , dari kata “cantrik”, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap.
Di Indonesia istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti hotel, asrama, rumah dan tempat tinggal sederhana (Dhofier ,1994).
Pengertian terminologi pesantren di atas, mengindikasikan bahwa secara kultural pesantren lahir dari budaya Indonesia. Dari sinilah barangkali Nurcholish Madjid berpendapat, secara historis pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman, tapi juga makna keaslian Indonesia, sebab memang cikal bakal lembaga pesantren sudah ada pada masa Hindu – Budha dan Islam hanya meneruskan, melestarikan dan mengislamkannya (Hasbullah, 2001).
Pendapat serupa juga terlihat dalam penelitian Karel A.Steenbrink; secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren , dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India.
Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa, Setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam (Madjid,1985).
Namun secara terminologi, K.H Imam Zarkasih mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, kiai sebagai figur sentral, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
Hal senada dikemukakan Sadjoko, Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri berdasarkan kitab–kitab yang ditulis dalam bahasa Arab ulama–ulama Arab abad pertengahan, dan biasanya santri tinggal diasrama (Prasodjo,1982).
Berdiri Sejak Abad 14
Dari abad ke-14 hingga kini, pondok pesantren telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah Indonesia. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di Indonesia.
Berdasarkan definisi Kementerian Agama, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam yang berfungsi sebagai tempat belajar, beribadah, dan membentuk karakter santri melalui sistem asrama.
Menurut buku “Doktrin dan Pemahaman Keagamaan di Pesantren” karya Syarif Hidayatullah, pesantren telah menjadi pusat penyebaran Islam sejak masa awal kedatangan para ulama di Nusantara.
Pesantren berperan bukan hanya sebagai tempat menimba ilmu agama, tapi juga sebagai benteng moral dan sosial masyarakat. Pola pendidikan berbasis asrama (pondok) menjadi ciri khas pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya di Indonesia.
Jejak Sunan Ampel & Era Majapahit
Dari catatan klasik dalam Babad Demak, pondok pesantren pertama di Indonesia diyakini muncul pada abad ke-14 Masehi, pada masa Raden Rahmat (Sunan Ampel), salah satu anggota Wali Songo yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa.
Masa itu bertepatan periode kekuasaan Prabu Kertawijaya dari Kerajaan Majapahit, ketika Islam mulai tumbuh kuat di wilayah pesisir utara Jawa Timur.
Sunan Ampel mendirikan Pondok Pesantren Ampel Denta di Surabaya, yang kemudian menjadi pusat pengkaderan ulama Nusantara. Dari pesantren inilah lahir banyak tokoh penyebar Islam besar seperti Sunan Giri (Raden Paku) dan Sunan Bonang, menurut Ensiklopedia Islam Nusantara (NU Online, 2021).
Versi lain dari sejarah pesantren menyebutkan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia sudah berdiri sejak tahun 1062 Masehi di Pamekasan, Madura.
Menurut Edy Sutrisno dalam bukunya: Model Pengembangan Kurikulum Pesantren di Era Digital, pesantren dikenal dengan nama Pesantren Jan Tampes II.
Namun, beberapa sejarawan menduga Pesantren Jan Tampes I justru lebih tua dan berperan penting dalam penyebaran Islam di wilayah Madura.
Hingga kini, Madura dikenal memiliki tradisi pesantren yang kuat. Ribuan pesantren berdiri di pulau ini, menjadikannya salah satu pusat pendidikan Islam paling produktif di Indonesia.
Jejak Ulama Gujarat: Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik
Buku “Studi Kritik Pendidikan Kontemporer: Analisis Merdeka Belajar” karya Herman (2021) menyebutkan bahwa pondok pesantren pertama di Jawa didirikan Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Pesantren itu didirikan sekitar tahun 1359 Masehi di Gresik, Jawa Timur, dan menjadi cikal bakal sistem pendidikan Islam di tanah Jawa.
Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi dikenal sebagai pelopor dakwah Islam moderat di Nusantara. Beliau mengajarkan Islam melalui pendekatan sosial, pendidikan, dan ekonomi.
Sistem “pondok” yang ia kembangkan kemudian menjadi model bagi pesantren-pesantren berikutnya di seluruh Indonesia.
Fungsi Sosial dan Pendidikan Pesantren Zaman Dahulu
Selain mengajarkan ilmu agama seperti tafsir, hadis, dan fikih, pondok pesantren juga menjadi pusat perlawanan terhadap penjajahan.
Menurut penelitian Kementerian Agama RI (2017), para santri dan kiai memainkan peran besar dalam pergerakan nasional dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pesantren seperti Tebu Ireng (Jombang), Lirboyo (Kediri), Buntet (Cirebon), dan Gontor (Ponorogo) dikenal melahirkan tokoh-tokoh besar yang berperan dalam pembentukan NKRI dan pendidikan modern.
Perkembangan Pesantren di Era Modern
Kini, pesantren terus bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang adaptif terhadap zaman. Berdasar data Kemenag RI (2024), ada lebih dari 37.000 pondok pesantren di seluruh Indonesia dengan total santri mencapai 5 juta jiwa lebih.
Banyak pesantren telah mengintegrasikan kurikulum pendidikan umum dan digitalisasi agar santri tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga ilmu sains, teknologi, dan kewirausahaan.
Nilai Kearifan Lokal dan Ketahanan Budaya
Pondok pesantren tidak sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga pusat ketahanan budaya dan spiritual bangsa.
Melalui sistem ngaji kitab kuning, gotong royong, dan penghormatan kepada guru (kiai), pesantren menjadi model pendidikan karakter yang berakar pada nilai-nilai Islam Nusantara.
Bahkan UNESCO menyebut sistem pesantren Indonesia sebagai salah satu bentuk pendidikan berbasis komunitas paling adaptif di dunia.
Mila, berbagai sumber