REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga National Single Window (LNSW) menyampaikan bahwa proses bongkar muat sampai loading peti kemas (dwelling time) hingga Oktober 2025 tercatat mencapai 2,93 hari. Angka tersebut lebih lambat dibandingkan target pemerintah sebesar 2,87 hari.
“Dwelling time untuk Oktober 2025 kita mencapai 2,47 hari, tapi secara agregat sampai dengan Oktober 2025 itu 2,93 hari. Kita targetkan dwelling time tahun 2025 2,87 hari,” kata Ketua Lembaga National Single Window (LNSW) Oza Olavia dalam acara Media Gathering “Pengelolaan LNSW dalam Rangka Optimalisasi Kinerja APBN” di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).
Diketahui, dwelling time adalah waktu yang dihitung sejak peti kemas dibongkar (unloading) dari kapal sampai meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama. Dengan kata lain, dwelling time mencerminkan durasi barang diturunkan atau ditimbun hingga keluar dari pelabuhan. Semakin sedikit hari yang dihabiskan, semakin cepat proses pemindahan barang.
Menurut Oza, salah satu penyebab melambatnya realisasi dwelling time hingga Oktober 2025 adalah momentum libur panjang, termasuk periode Lebaran. Liburan yang berlangsung sekitar dua pekan membuat pelabuhan tidak beroperasi, sehingga terjadi penumpukan barang.
“Biasanya paling tinggi itu adalah pada saat bulan Lebaran. Lebaran kemarin kan liburnya sangat panjang, kebetulan pada saat itu cuti bersamanya cukup panjang, itu yang mungkin agak berbeda dari tahun sebelumnya. Kalau libur lain hampir semua itu di bawah 2,87 hari,” terangnya.
“Memang pada saat itu kontainer tidak boleh gerak, otomatis kan pasti akan ada penumpukan. Kalau ada penumpukan, pasti waktunya akan tinggi,” lanjutnya.
Berdasarkan catatan LNSW, tren rata-rata dwelling time dalam tiga tahun terakhir adalah 2,86 hari pada 2024, 2,62 hari pada 2023, dan 2,84 hari pada 2022. LNSW memastikan target 2,87 hari pada 2025 masih dapat dicapai melalui berbagai upaya penyesuaian, meskipun realisasi sampai Oktober berada di angka 2,93 hari.
“Kita berharap ke depan dwelling time bisa semakin turun, tapi memang dengan tipikal negara Indonesia yang sedemikian besar, kita bukan negara transit-transhipment, kita benar-benar bongkar muat. Beda dengan Singapura, Singapura bisa rendah banget karena dia transit-transhipment. Itulah kenapa dalam melihat dwelling time kita juga harus melihat tipikal ekspor logistik dari suatu negara,” jelasnya.

8 hours ago
4































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)








