REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diriwayatkan bahwa ada dua laki-laki bersaudara pada masa Nabi Muhammad SAW. Salah satunya datang kepada Nabi SAW untuk memburu ilmu, dan yang satunya lagi bekerja.
Maka saudaranya yang bekerja mengadukan perihal saudaranya kepada Nabi SAW. Nabi SAW menjawab, "Bisa jadi kamu diberi rezeki karena dia." (HR Imam Tirmidzi).
Kisah yang diwartakan oleh sahabat Anas bin Malik di atas memiliki beberapa ibrah yang layak dipetik.
Pertama, jaminan Allah SWT. Bahwa penuntut ilmu dijamin rezekinya. Habib Abdullah Ibn Alaw al-Haddad menjelaskan bahwa ini adalah jaminan khusus setelah adanya jaminan umum yang telah dijamin Allah SWT terhadap semua makhluk di muka bumi, dalam firman-Nya.
"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS Hud: 6).
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mencari ilmu, maka Allah SWT menjamin rezekinya." (HR Syihab dalam Musnad-nya).
Maka “jaminan khusus” adalah bertambahnya kemudahan, dihilangkan kepayahan dan kesulitan dalam mencari dan memperoleh rezeki. Semoga pencari ilmu dan yang membiayai dimudahkan jalan rezekinya.
Maka bagi barangsiapa masih menyantuni anak yang sedang menimba ilmu terutama di pesantren, yakinlah bahwa rezeki anak itu sudah pasti dijamin oleh Allah Taala yang dititip melalui orang tuanya.
Jika mereka yang bermaksiat dan kufur pada-Nya saja masih diberi rezeki oleh Nya, apalagi anak yang sedang nyantri ber-tafaqquh fiddin pasti lebih terjamin lagi kebutuhannya.
Kedua, anjuran untuk menolong dan membantu orang-orang yang berilmu (ulama) dan para penuntut ilmu agama.
Menimba ilmu dan membiayai penuntut ilmu merupakan salah satu sebab musabab mengalir derasnya rezeki seseorang. Barangsiapa yang berusaha, bekerja, memperoleh, dan memfasilitasi para penuntut ilmu, niscaya Allah SWT akan membalas dan memperluas rezekinya.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya." (HR Muslim, at-Turmudziy, Abu Dawud).
Ketiga, hadis ini bukan bermakna penuntut ilmu boleh bermalas-malasan jika sudah ada yang membiayainya.
Jika sekiranya di tengah keterbatasan ekonomi seseorang bisa bekerja keras supaya bisa membayai dirinya dan melanjutkan pendidikannya, maka tentu ini lebih afdhal.
Rasulullah SAW juga bersabda, “Pendapatan yang terbaik dari seseorang adalah hasil jerih payah tangannya.” (HR Ibnu Majah).
Orang yang kebetulan sehat badan dan pikirannya, tiada lagi alasan baginya untuk tidak belajar dan tafaqquh sebab tidak ada lagi yang lebih melarat daripada Imam Abu Yusuf, tapi ia tidak pernah lalai menimba ilmu.
Rata-rata orang sukses itu tidak menyerah pada keadaan. Kesulitan ekonomi bahkan kondisi fisik yang tidak sempurna dijadikan sebagai motivasi.
Bahwa diyakini kesuksesan itu adalah hak siapa saja yang pantang menyerah dan tidak gampang berputus asa.
sumber : Hikmah Republika oleh Sahrim QH

6 hours ago
3































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)








