REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kawasan Malioboro yang menjadi ikon pariwisata Kota Yogyakarta, kembali mendapat sorotan. Bukan karena pesona atau ramainya wisatawan, melainkan karena minimnya fasilitas toilet umum yang membuat pengunjung, termasuk sopir andong kesulitan saat ingin buang air.
Ketua Koperasi Jasa Andong Wisata Yogyakarta, Rahmat Riyanto, mengatakan bahwa dari sisi utara hingga selatan Malioboro, toilet umum masih sangat minim dan letaknya jauh dari tempat para kusir menunggu penumpang. Hal ini, menurutnya, menjadi persoalan serius yang menyulitkan mereka.
"Yang kurang fasilitas toilet untuk manusianya, karena kalau meninggalkan kuda jauh-jauh itu kudanya bisa bablas tekan ngendi-ngendi (lari sampai mana-mana-Red) dan menabrak apa-apa,” ujar Rahmat belum lama ini.
Selama ini, kata Rahmat, para kusir justru sudah mandiri dalam menangani limbah dari kuda, termasuk dengan menyiram dan memberi pewangi setelah kuda buang kotoran. Namun, kebutuhan dasar untuk manusianya justru belum terpenuhi secara layak.
Ia berharap pemerintah segera menambah toilet umum agar tidak ada lagi kusir yang terpaksa buang air sembarangan.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, menyatakan bahwa toilet umum sudah tersedia di dua lokasi sisi timur dan barat Malioboro, serta satu lokasi di Kantor DPRD DIY. Meski begitu, Yetti mengakui bahwa keterbatasan lahan menjadi tantangan utama dalam penambahan fasilitas toilet.
"Sudah ada beberapa tetapi kami akan berkoordinasi dengan para pelaku usaha yang memungkinkan buka toilet umum," ucap Yetti, Jumat (4/7/2025).
Pernyataan Yetti turut ditanggapi oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Wahyu Hendratmoko, yang mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan solusi berupa toilet portable (portabel) yang dapat diakses oleh wisatawan maupun pelaku usaha. Penempatan toilet portabel ini nantinya akan mempertimbangkan tingkat kepadatan wisatawan di kawasan Malioboro, serta didorong juga agar pelaku usaha membuka toilet yang mudah diakses.
"Kita harus selalu membenahi, karena Malioboro sudah menjadi destinasi favorit. Kita harus melengkapi itu (dengan fasilitas toilet umum) dan itu sudah jadi agenda Pak Wali dan OPD terkait. Nanti akan coba dirumuskan 3 bulan, dan 2 minggu ke depan ini untuk melengkapi amenitis," kata Wahyu.
Wahyu menambahkan, toilet mobile juga akan dikaitkan dengan pengembangan kampung wisata di sekitar Malioboro, yang berjumlah sekitar 45 kampung. Toilet mobile ini rencananya akan ditempatkan di beberapa titik strategis di sepanjang Malioboro dan sekitarnya. Sistem portabelnya memungkinkan unit digeser dan dibersihkan saat tangki penuh.
"Gambaran saya itu kita kerjasamakan dengan kampung wisata. Mungkin jadikan toilet mobile jadi kinerja teman-teman kampung wisata," ungkapnya.
"Tetap harus di Jalan Malioboro dan sirip-siripnya. Keunggulannya saat tangki penuh bisa digeser, dibersihkan dan diletakkan di titik-titik yang ramai,” kata Wahyu menambahkan.
Terkait ide ini, Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo mengkritik respons dari kedua kepala dinas tersebut yang dinilai terlalu birokratis dan belum memberikan solusi nyata bagi kebutuhan mendesak di lapangan. Meski demikian, Hasto menyatakan dukungannya terhadap usulan penyediaan toilet portabel, yang dinilai sebagai langkah cepat dan efektif dalam mengatasi minimnya toilet di kawasan yang menjadi ikon wisata Yogyakarta ini.
"Itu bahasanya Pemerintah banget. Kalau bahasane Kulon Progo mbelgedes, komunikasi dan koordinasi kan hanya omon-omon,” kata Hasto.
"Tetapi usulan toilet portable saya kira masuk akal (bisa dipertimbangkan -Red)," ujarnya.