Ernia Fanni
Kultura | 2025-06-25 15:31:05
Terletak di Sumatera Utara, Indonesia, budaya Batak memiliki struktur patriarki yang kuat dan telah lama terjalin dalam tatanan masyarakat. Sistem ini mempengaruhi struktur masyarakat yang lebih besar selain menentukan dinamika keluarga. Pengaruh sistem patriarki, yang masih lazim dalam masyarakat Batak modern, ditunjukkan oleh sebuah video viral baru-baru ini di mana sebuah keluarga mengantisipasi kedatangan seorang anak dengan antisipasi yang jelas bahwa anak tersebut akan berjenis kelamin laki-laki.
Dengan fokus yang jelas pada jenis kelamin bayi, film populer ini menunjukkan reaksi keluarga saat mereka menanti kelahiran seorang anak. Kata “cowo, laki,” yang digunakan secara terus-menerus untuk mengekspresikan kepedulian dan keinginan keluarga untuk memiliki anak laki-laki, menunjukkan betapa kuatnya perasaan keluarga tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana sistem patriarki dalam budaya Batak masih sangat kuat dan membentuk sikap dan tindakan masyarakat (Simanjuntak, 2021).
Dalam budaya Batak, sistem patriarki didasarkan pada jaringan ekspektasi keluarga dan sosial yang rumit. Anak laki-laki sering dipandang sebagai generasi penerus keluarga, dan kelahiran mereka merupakan peristiwa penting. Anak perempuan, di sisi lain, sering kali dipandang sebagai anggota keluarga sementara yang diharapkan untuk menikah dan menjadi bagian dari keluarga suami mereka. Jumlah sumber daya dan perhatian yang diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan mencerminkan dikotomi ini, dengan anak laki-laki lebih diutamakan dalam kegiatan sosial, perawatan kesehatan, dan pendidikan (Romaia, 2001).
Saya menantang struktur patriarki ini karena hal ini dapat membatasi kemungkinan perempuan dan mengakibatkan diskriminasi berdasarkan gender. Dengan membatasi kemungkinan bagi perempuan dan menjunjung tinggi norma-norma patriarki, preferensi untuk anak laki-laki melanggengkan siklus diskriminasi berbasis gender. Dengan membatasi agensi dan otonomi mereka di rumah dan di depan umum, fenomena ini juga membantu memarjinalkan perempuan dalam masyarakat Batak.
Untuk mengatasi masalah ini, inisiatif harus diambil untuk memajukan kesetaraan gender dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya hak-hak perempuan. Pelatihan dan pendidikan memiliki kekuatan untuk mengubah perspektif masyarakat dan meningkatkan kesadaran. Hukum dan kebijakan yang menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan mempromosikan kesetaraan gender juga harus diubah.
Kesimpulannya, preferensi gender dan ekspektasi keluarga masih dibentuk oleh sistem patriarki dalam masyarakat Batak. Namun, saya rasa kita dapat mengatasi masalah ini dan membangun masyarakat yang lebih adil dan setara jika kita bekerja keras. Kita dapat berkontribusi untuk meningkatkan hak-hak dan kesempatan perempuan di masyarakat Batak dengan mengadvokasi kesetaraan gender dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.