Penyidik Jampidsus Jemput Paksa Stafsus Nadiem Makarim

6 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) dikabarkan melakukan penjemputan paksa terhadap Ibrahim Arif (IA), Selasa (15/7/2025).

Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menjemput staf khusus mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim itu terkait dengan penyidikan lanjutan korupsi pengadaan laptop chromebook setotal Rp 9,9 triliun dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek 2019-2023.

Langkah jemput paksa tersebut dilakukan di sela-sela tim penyidikan Jampidsus memeriksa Nadiem Makarim, Selasa (15/7/2025). Kabar penjemputan paksa Ibrahim Arif tersebut, dibenarkan oleh pengacaranya Indra Haposan Sihombong.

“Iya, hari ini benar dijemput,” kata Indra saat dikonfirmasi, Selasa (15/7/2025). Ibrahim Arif dibawa ke Gedung Bundar Jampidsus, di komplek Kejagung.

Dari pantauan di lokasi, kendaraan penyidik yang membawa Ibrahim Arif tiba di Gedung Bundar Jampidsus, di Kejagung pada pukul 14:38 WIB. Dan Ibrahim Arif langsung di bawa ke ruang penyidikan.

Terlihat juga sejumlah tim pengacara dari mantan CEO Bukalapak itu tiba di Gedung Bundar Jampidsus sekitar pukul 14:45 WIB. Sampai berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi dari Kejagung. Sedangkan pemeriksaan Nadiem Makarim, pun sampai pukul 15:24 WIB masih terus berjalan.

Ibrahim Arif selama ini sudah lebih dari empat kali diperiksa. Akan tetapi statusnya masih sebagai saksi. Ibrahim Arif berkali-kali menjalani pemeriksaan di Jampidsus terkait dengan perannya sebagai staf khusus, sekaligus konsultan teknologi dan tim teknis di Kemendikbudristek. Ibrahim Arif, pernah beberapa kali mangkir dari pemeriksaan. Dan sejak 4 Juni 2025, penyidik melakukan pencegahan terhadapnya.

Pengusutan korupsi di Kemendikbudristek ini terkait dengan penggunaan anggaran Rp 9,9 triliun dalam realisasi program digitalisasi pendidikan periode 2019-2023. Salah satu yang menjadi fokus pengusutan terkait dengan pengadaan laptop chromebook. Versi penyidikan di Jampidsus dikatakan dalam pengadaan laptop chromebook tersebut terjadi pengkondisian dengan banyak vendor penyedia barang.

Karena mulanya program digitalisasi pendidikan itu menolak pengadaan laptop berbasis sistem operasi terbuka Google tersebut.

Dalam proses pengadaannya juga bermasalah. Karena menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik senilai Rp 6,39 triliun, dan Dana Satuan Pendidikan (DSP) senilai Rp 3,82 triliun. Penggunaan anggaran DAK dan DSP tersebut semestinya berasal dari kebutuhan yang dimintakan oleh sekolah-sekolah melalui pemerintahan daerah. Tetapi kasus ini pengadaan laptop chromebook berasal dari pengadaan langsung oleh Kemendikbudristek.

Dalam penyidikan awal juga pernah disampaikan adanya mark-up dalam belanja laptop chromebook seharga Rp 5 sampai Rp 7 juta itu. Namun dalam pelunasannya menggelontorkan Rp 10-an juta dari setiap unit barang. Penyidikan di Jampidsus belum mengumumkan tersangka terkait kasus ini.

Read Entire Article
Food |