REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih memproses Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelaksanaan Penilaian Kepatuhan Pelaku Usaha pada Bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM). Hingga kini, beleid itu belum ditandatangani Presiden RI Prabowo Subianto.
Aktivis HAM Haris Azhar menilai, penyelesaian Perpres tersebut tidak perlu ditunda-tunda lagi. Sebab, lanjut dia, beleid itu memiliki asas manfaat yang besar bagi publik luas. Pendiri Lokataru Foundation itu mengimbau pemerintah agar segera merampungkan Perpres itu sehingga pelaksanaan kegiatan bisnis di Tanah Air akan dapat sejalan dengan nilai-nilai perlindungan HAM.
"Dia (Menko Airlangga Hartarto) mesti tahu dong supaya ini cepat, gitu loh. Semua proses juga cepat gitu," ujar Haris Azhar kepada Republika, Selasa (23/12/2025) sore di Jakarta.
Perpres Bisnis dan HAM dimaksudkan untuk menerapkan Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights/UNGPs) di Indonesia. Haris mengatakan, negara wajib melindungi HAM. Di samping itu, tiap perusahaan yang beroperasi di Tanah Air juga mesti bertanggung jawab untuk menghormati HAM.
Ia berharap, adanya Perpres tersebut dapat membuka akses yang lebih besar untuk memulihkan korban pelanggaran HAM terkait dengan pengoperasian bisnis. Selain itu, penerapan prinsip UNGPs dimaksud memberikan manfaat dari segi ekspor.
Sebab, perdagangan internasional mensyaratkan, produk dan jasa yang diperdagangkan harus dihasilkan oleh perusahaan yang menghormati HAM atau tidak melanggar HAM. Adanya Perpres itu membuka akses lebih luas bagi perusahaan-perusahaan asal Indonesia.
Dalam lingkup kawasan Asia Tenggara, Thailand diketahui sedang menyusun regulasi Uji Tuntas HAM yang bersifat wajib. Penyusunan kebijakan itu, terang Haris, didorong oleh beberapa faktor, termasuk bahwa Thailand sedang dalam proses aksesi untuk menjadi anggota OECD.
Direktur Penyusunan dan Evaluasi Instrumen HAM Kementerian HAM RI Sofia Alatas menjelaskan, jalan menuju pengesahan beleid itu kini hanya menunggu tanda tangan dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto.
"Kita komunikasi dengan stafnya Pak Airlangga. Sebetulnya sudah disetujui, hanya saja tinggal menunggu tanda tangan dari beliau," kata Sofia dalam acara dialog media yang diadakan Kementerian HAM di Jakarta pada Selasa (23/12/2025) sore.
Ia menerangkan, aturan yang berbentuk Perpres tersebut membutuhkan respons dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sebab, beleid itu berhubungan dengan keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Usai mendapat persetujuan Menko Airlangga, draf Perpres ini akan diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Selanjutnya, Perpres menanti tanda tangan Presiden RI Prabowo Subianto.
Kementerian HAM memastikan Perpres ini ialah tindak lanjut dari Perpres Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional (Stranas) Bisnis dan HAM. Perpres Pelaksanaan Penilaian Kepatuhan Pelaku Usaha pada Bisnis dan HAM bakal bersifat wajib diterapkan oleh pelaku bisnis, khususnya entitas dari kelas menengah ke atas.
Kementerian HAM meyakini, Perpres tersebut akan mendorong perusahaan lebih menghormati prinsip-prinsi HAM, termasuk dengan menjaga keberlanjutan lingkungan. Aturan ini bertujuan, tidak ada lagi aktivitas bisnis yang merusak lingkungan hingga berpotensi memicu bencana.
"Kalau saat ini, kebijakan itu sangat penting. Perusahaan tidak akan menjalankan sesuatu tanpa ada kebijakan yang jelas," ujar Sofia.

5 hours ago
4




































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)









