REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang baru, Prof Arif Satria, memberi lampu hijau para peneliti BRIN untuk 'pulang kampung'. Ini setelah kebijakan sebelumnya di awal 2025, mewajibkan seluruh periset untuk bekerja di lokasi pusat riset.
Keputusan Arif Satria ini mendapat sambutan positif dari peneliti BRIN. Ada sekitar 10 karangan bunga yang mengucapkan terimakasih atas boleh 'pulang kampung' para peneliti itu di depan lobi gedung BRIN Gatot Subroto, seperti disaksikan Republika kemarin.
Sebelumnya, pada awal tahun ini, BRIN memang mewajibkan seluruh periset untuk bekerja di lokasi pusat riset masing-masing yang tersebar di beberapa titik. Hal ini memicu perdebatan di internal BRIN dan lembaga penelitian terkait. Kepala BRIN saat itu, Laksana Tri Handoko, sampai dipanggil DPR untuk menjelaskan asal mula kebijakannya.
Seperti dikutip dari Antara, 5 Februari 2025, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoro menjelaskan bahwa sejak awal BRIN tidak memaksa peneliti dan periset dari kementerian/lembaga lain untuk bergabung dengan BRIN sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.
Dari sekitar 8.000 periset sejak penggabungan seluruh lembaga riset menjadi BRIN, terdapat sekitar 1.800 orang diantaranya dengan domisili yang tersebar di luar wilayah kawasan sains teknologi yang menjadi lokasi pusat riset.
"Sebagai bentuk kompensasi dan masa transisi bagi periset yang domisilinya jauh dari homebase organisasi riset dan pusat riset, kami saat itu mengizinkan untuk memanfaatkan skema work from anywhere di lokasi domisilinya, jadi tidak harus langsung pindah," katanya.
BRIN memiliki sembilan kawasan sains teknologi yang tersebar di Serpong, Cibinong, Bandung, Jakarta, Surabaya, Gunung Kidul, Tanjung Bintang, Lombok Utara dan Rumpin. Terdapat dua kawasan sains di Rancabungur dan Tarogong.
"Tetapi, sesuai dengan hal itu mulai 1 Januari 2025, kami mewajibkan pemenuhan work from office (WFO) di homebase pusat riset minimal dua hari dalam sepekan," katanya.
Dia menyebut istilah penarikan periset ke pusat itu tidak tepat, karena lokasi pusat riset BRIN tidak semua berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Kewajiban bekerja di pusat riset masing-masing itu juga diberlakukan, karena BRIN sudah melengkapi masing-masing lokasi dengan fasilitas yang mumpuni, mengingat tidak dapat membangun laboratorium dimana periset berdomisili.
Hal itu itu mendorong pembentukan center of excellence untuk meningkatkan kepakaran dan keahlian dan menjadi pusat pengetahuan. "Ada opsi untuk mutasi periset tersebut ke Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA)," ujarnya.
sumber : ANTARA

1 hour ago
1





























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)








