Harga Emas Cetak Rekor, Saatnya Beli atau Jual? Ini Kata Pakar

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga logam mulia mencapai level tertinggi mendekati Rp 2,6 juta per gram pada Rabu (24/12/2025). Sepanjang 2025, harga komoditas safe haven tersebut telah melonjak sekitar 70 persen sejak awal tahun dan diprediksi masih berpeluang melanjutkan penguatan menjelang 2026.

Seiring harga logam mulia yang kian terkerek menuju rekor tertinggi, muncul pertanyaan di kalangan publik mengenai rekomendasi investasi, apakah sebaiknya membeli atau justru menjual emas.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, saat harga emas menembus level psikologis baru di pasar global dan ikut mengerek harga ritel di Indonesia, masyarakat kerap dilanda dilema untuk membeli atau menjual. Menurut dia, banyak orang memaknai kata “rekor” sebagai sinyal pasti untuk satu tindakan tertentu.

“Rekor hanya menandai posisi hari ini, bukan kepastian besok. Gagasan saya, keputusan beli atau jual semestinya ditentukan oleh tujuan, horizon waktu, dan kemampuan menanggung risiko, bukan oleh euforia rekor semata,” kata Achmad dalam keterangannya kepada Republika, Rabu (24/12/2025).

Achmad menerangkan, secara global emas memang berada di area yang secara historis jarang disentuh. Reuters melaporkan harga spot gold menembus di atas 4.500 dolar AS per troy ons untuk pertama kali, didorong oleh permintaan safe haven dan ekspektasi pemangkasan suku bunga.

Di layar pasar, lanjut dia, angkanya terlihat jelas. Berdasarkan data live Kitco, harga emas berada di kisaran 4.508,6 dolar AS per troy ons, dengan rentang harian sekitar 4.484 hingga 4.525 dolar AS per troy ons, atau setara sekitar 144,95 dolar AS per gram.

“Dari kacamata kebijakan publik, lonjakan seperti ini biasanya lahir dari gabungan ketidakpastian geopolitik, perubahan arah suku bunga global, dan perilaku institusi besar yang menumpuk aset lindung nilai. Publik kemudian ikut merespons, sering kali bukan karena kebutuhan, melainkan karena rasa takut ketinggalan,” ujarnya.

Pada titik tersebut, Achmad menilai emas beralih dari alat pelindung nilai menjadi sekadar bahan perbincangan. Kondisi ini, menurut dia, meningkatkan risiko pengambilan keputusan yang impulsif.

Read Entire Article
Food |