Kawasan Transmigrasi Berpotensi Sumbang Ekspor Rp120 Triliun

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, – Tim Ekspedisi Patriot (TEP) dari Kementerian Transmigrasi memproyeksikan bahwa kawasan transmigrasi di Indonesia dapat menciptakan nilai ekspor baru sebesar Rp85-120 triliun per tahun. Proyeksi ini terutama berasal dari sektor sawit hilir, kakao terfermentasi, specialty coffee, sagu, perikanan, dan peternakan, demikian disampaikan oleh Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara di Jakarta, Selasa.

Menurut Iftitah, potensi peningkatan nilai ekspor ini dapat dioptimalkan apabila pengembangan kawasan transmigrasi dilakukan secara terintegrasi. Ini mencakup pembangunan infrastruktur dasar, hilirisasi melalui Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai agregator, serta pemberian kepastian status pemanfaatan lahan.

Ia menambahkan bahwa upaya ini diperkirakan dapat meningkatkan nilai tambah kawasan sebesar 20-35 persen, meningkatkan realisasi investasi sebesar 15-25 persen, serta menekan biaya logistik nasional sebesar 10-20 persen dalam 3 hingga 5 tahun ke depan. Selain itu, pengembangan kawasan transmigrasi secara terintegrasi juga diproyeksikan mampu mendorong kenaikan nilai produktivitas ekonomi kawasan Rp320-410 triliun per tahun.

Tantangan Infrastruktur

Namun, Iftitah mengakui bahwa pembangunan kawasan transmigrasi menghadapi tantangan berat. Berdasarkan riset dari Tim Ekspedisi Patriot Kementrans, lebih dari 70 persen kawasan transmigrasi saat ini belum memiliki infrastruktur dasar yang berfungsi penuh. Permasalahan yang sering ditemukan meliputi jalan produksi yang rusak, sistem irigasi yang tidak menjangkau lahan, ketersediaan air bersih dan listrik yang tidak stabil, hingga ketiadaan fasilitas cold storage, yang menghambat hilirisasi produk.

Akibatnya, lebih dari 60 persen komoditas unggulan masih dijual dalam bentuk mentah dan ketergantungan pada tengkulak mencapai lebih dari 65 persen, sehingga nilai tambah justru dinikmati di luar kawasan transmigrasi. Iftitah mencontohkan kasus permintaan kemiri di Aceh, yang mencapai lebih dari 5.500 ton per tahun, tetapi belum terkonsolidasi sebagai industri hilir. Kawasan Transmigrasi Salor di Papua Barat, dengan lebih dari 243 ribu hektare lahan padi, juga tertekan oleh biaya logistik meskipun memiliki pola tanam dua kali setahun.

Di wilayah Barelang, Kepulauan Riau, terdapat potensi energi surya sebesar 5,03 kilowatt-peak (kWp) per hari dan kedalaman laut 15-27 meter yang ideal untuk pengembangan pelabuhan internasional serta pusat industri maritim.

Iftitah menilai bahwa masalah tersebut bukan disebabkan oleh kurangnya dana, tetapi lebih kepada investasi yang salah sasaran. "Investasi kecil yang presisi jauh lebih berdampak dibanding proyek besar yang tidak terhubung ke rantai nilai. Berdasar temuan tersebut, TEP 2025 menyusun peta investasi berbasis data yang siap untuk ditawarkan kepada investor," ungkapnya.

Konten ini diolah dengan bantuan AI.

sumber : antara

Read Entire Article
Food |