Orang tua murid mengisi daftar hadir saat pembagian rapor di SDN Polisi 4, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/12/2025). Program Gerakan Ayah Mengambil Rapor ke Sekolah (Gemar) yang diluncurkan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tersebut bertujuan untuk memperkuat peran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak sejak dini.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hendarman, Ketua Dewan Pakar JFAK INAKI (Ikatan Nasional Analis Kebijakan)/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan
Adanya surat edaran yang mengimbau kepada para ayah untuk mengambil rapor ke sekolah cukup menarik. Surat edaran ini bertajuk 'Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak Ke Sekolah'. Surat edaran dikeluarkan oleh kementerian yang mengurusi kependudukan dan pembangunan keluarga. Mengapa menarik?
Pertama, kebijakan ini dikeluarkan atas dasar isu fatherless di Indonesia. Dalam surat edaran tersebut isu ini ditengarai disebabkan tidak hanya terjadi ketika ayah secara fisik tidak hadir, tetapi juga mencakup kurang terlibatnya ayah secara emosional, meskipun masih tinggal bersama keluarga.
Surat edaran mengungkapkan hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) tahun 2025. Pendataan ini menemukan bahwa satu dari empat keluarga yang memiliki anak di Indonesia mengalami kondisi fatherless sebesar 24,8%.
Pemutakhiran Pendataan Keluarga juga menunjukkan bahwa faktor ekonomi seperti perceraian, cenderung menjadi dua faktor teratas yang menyumbang besarnya angka fatherless di Indonesia. Surat edaran ini dimaksudkan sebagai solusi agar tidak berdampak pada munculnya masalah akademik, perilaku agresif, hingga keterlibatan dalam perilaku berisiko.
Kedua, surat edaran ini mencoba untuk meyakinkan publik dengan adanya penjelasan dan klarifikasi tentang kemengapaan 'Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak Ke Sekolah' harus segera diterbitkan.
Sebuah kebijakan termasuk surat edaran seharusnya memang mengungkapkan kejelasan akar permasalahan (root of the causes). Kebijakan ini mengasumsikan bahwa isu fatherless adalah akar permasalahan dan bukan sebagai gejala-gejala (symptom) dari permasalahan.
Untuk memastikan bahwa isu ini sebagai akar masalah juga sudah dijelaskan faktor penyebabnya, walaupun terkesan sebagai sintesa dari berbagai hasil penelitian yang mungkin saja menggunakan konteks budaya yang berbeda. Paling tidak, sudah ada justifikasi terhadap pentingnya Gerakan ini dengan memberikan bukti berupa kekuatan dan kelemahan dari keterlibatan ayah dalam proses ini.
Ketiga, surat edaran ini memang diterbitkan pada momen yang agak tepat yaitu menjelang akhir semester pelajaran pada satuan pendidikan atau sekolah. Dengan pemilihan momen tersebut maka kebijakan ini tampaknya diasumikan akan dapat lebih mudah diterima secara normatif dan praktis oleh sasaran atau target kebijakan yaitu pihak orang tua.
Tidak seperti kebijakan-kebijakan lainnya yang seringkali menimbulkan kegaduhan. Kegaduhan tersebut ditengarai muncul karena lebih didorong oleh keinginan pemegang kebijakan yang baru untuk menghilangkan kebijakan-kebijakan terdahulu dan dapat berkinerja dengan memunculkan legacy (warisan) kebijakan baru pada zaman kepemimpinannya.
Apakah 'Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak Ke Sekolah' ini sudah sesuai dengan karakteristik kebijakan?

5 hours ago
4




































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)









