Gabriella Marry Ayu
Info Terkini | 2025-11-06 12:30:10
Belakangan ini, banyak warga mengeluhkan suhu udara yang terasa menyengat bahkan sejak pagi. Di berbagai kota, termometer menembus angka 37°C, membuat aktivitas luar ruangan menjadi berat. Tidak heran jika fitur cuaca Google kini sering menampilkan peringatan Excessive Heat atau “Panas Ekstrem” — sinyal adanya gelombang panas tidak normal yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.
Menurut National Weather Service (NWS) Amerika Serikat, peringatan ini dikeluarkan ketika suhu dan kelembapan mencapai tingkat berbahaya bagi tubuh, yakni saat suhu jauh di atas normal dan berlangsung sedikitnya dua hari berturut-turut. Istilah excessive heat juga digunakan oleh lembaga cuaca dunia seperti National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan World Meteorological Organization (WMO) untuk menggambarkan periode panas ekstrem, meskipun belum selalu memenuhi kriteria teknis heatwave.
Pada pertengahan Oktober 2025, cuaca panas ekstrem melanda berbagai wilayah Indonesia dengan suhu mencapai 37,6°C. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena ini disebabkan oleh kombinasi gerak semu matahari yang berada di selatan ekuator dan pengaruh Monsun Australia yang membawa udara kering serta hangat. Kondisi ini membuat pembentukan awan berkurang dan radiasi matahari meningkat ke permukaan bumi, sehingga wilayah seperti Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua terasa sangat panas.
BMKG mencatat peningkatan suhu di atas 35°C kini terjadi secara luas dan persisten, meski hujan lokal masih mungkin turun pada sore hingga malam hari. Masyarakat diimbau untuk menjaga kesehatan, menghindari paparan sinar matahari langsung, serta memantau informasi cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG.
Fenomena serupa juga terjadi di berbagai belahan dunia. Tahun 2025 tercatat sebagai salah satu tahun terpanas secara global menurut laporan Copernicus Climate Change Service, dengan gelombang panas ekstrem melanda Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Selatan. Artinya, apa yang kita alami di Indonesia bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari tren pemanasan global yang semakin nyata.
Panas ekstrem memberikan dampak besar terhadap sektor-sektor yang berkaitan dengan biologi, terutama kesehatan manusia, pertanian, dan ekosistem. Menurut Better Health Channel, paparan panas ekstrem dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius seperti kelelahan akibat panas, sengatan panas, serangan jantung, stroke, serta memperburuk penyakit kronis seperti gangguan ginjal dan paru-paru. Dalam kasus parah, panas ekstrem dapat memicu kegagalan organ dan kematian. Di kota-kota besar, rumah sakit mulai melaporkan meningkatnya kasus dehidrasi dan pingsan akibat suhu tinggi.
Dalam bidang pertanian, panas ekstrem menurunkan hasil panen akibat gangguan fisiologis tanaman, seperti berkurangnya fotosintesis, meningkatnya respirasi, dan ketidakseimbangan air. Kekeringan yang menyertai suhu tinggi menghambat pertumbuhan akar dan pembentukan bunga, sementara perubahan suhu dan kelembapan memperluas penyebaran hama serta penyakit tanaman. Di sejumlah daerah pertanian di Jawa dan Nusa Tenggara, petani melaporkan tanah yang lebih cepat mengering dan tanaman layu sebelum masa panen. Akibatnya, produktivitas komoditas pangan utama seperti jagung, gandum, dan beras menurun tajam. Laporan World Bank (2024) tentang Climate-Smart Agriculture in Indonesia bahkan menyebutkan perubahan iklim dapat menurunkan kesesuaian lahan untuk tanaman pangan utama di Indonesia hingga lebih dari 20 persen dalam dua dekade ke depan.
Panas ekstrem juga mengganggu keseimbangan ekosistem. Perubahan suhu yang drastis mempercepat pergeseran distribusi spesies dan menurunkan keanekaragaman hayati karena banyak organisme tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang semakin panas. Ketika satu komponen ekosistem terganggu, dampaknya bisa menjalar pada rantai kehidupan lainnya, termasuk manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gelombang panas berulang dapat memicu kematian massal pada ikan, koral, dan satwa darat yang bergantung pada habitat dengan suhu stabil.
Menurut BMKG, Indonesia belum memenuhi definisi resmi heatwave versi WMO karena karakter iklim tropisnya berbeda dengan wilayah subtropis. Namun, fenomena panas ekstrem yang kita alami saat ini merupakan sinyal darurat iklim bahwa sistem bumi sedang tidak stabil. Kenaikan suhu yang berulang dan semakin ekstrem menunjukkan bahwa perubahan iklim bukan lagi prediksi masa depan, melainkan kenyataan yang sedang kita alami.
Menghadapi situasi ini dibutuhkan upaya adaptasi yang melibatkan semua pihak. Pemerintah perlu memperluas ruang terbuka hijau, memperbaiki tata kota agar lebih ramah lingkungan, serta memperkuat sistem peringatan dini bagi masyarakat. Selain itu, kebijakan di bidang kesehatan dan pertanian harus disesuaikan dengan risiko akibat perubahan iklim. Di sisi lain, literasi iklim perlu diperkuat sejak dini. Sekolah dan media berperan penting menanamkan pemahaman bahwa perubahan iklim bukan isu jauh, melainkan ancaman nyata terhadap kesehatan, pangan, dan ekonomi masyarakat.
Masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi diri. Menjaga tubuh tetap terhidrasi, beristirahat cukup, serta menghindari aktivitas di bawah terik matahari pada siang hari merupakan langkah sederhana namun penting. Rumah dengan ventilasi dan sirkulasi udara baik juga membantu menurunkan suhu ruangan tanpa bergantung pada pendingin udara yang boros energi. Mengurangi emisi dari kendaraan pribadi, menanam pohon di lingkungan sekitar, dan menggunakan energi secara bijak juga menjadi bentuk kontribusi nyata.
Panas ekstrem bukan sekedar cuaca yang terasa menyengat, melainkan sebagai pengingat bahwa bumi sedang meminta kita berhenti sejenak dan berpikir ulang tentang cara kita hidup. Kesadaran dan tindakan bersama menjadi kunci untuk bertahan dan beradaptasi di tengah perubahan ini. Menyikapinya bukan hanya soal bertahan di tengah suhu tinggi, tetapi juga tentang menjaga harapan agar bumi tetap nyaman dihuni bagi generasi mendatang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

2 hours ago
3































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5016061/original/098910800_1732180738-IMG-20241121-WA0027.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5279254/original/067751900_1752132134-Kerak_Telor_JFK_2025.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5280345/original/085190400_1752221910-pexels-towfiqu-barbhuiya-3440682-26707585.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5280821/original/002199600_1752287018-0E6A2474-01.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5005646/original/001862500_1731587965-Screenshot_2024-11-07_201311.jpg)

