REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga emas atau logam mulia diprediksi melanjutkan tren kenaikan pada tahun depan setelah melonjak sekitar 70 persen sepanjang 2025. Pada 2026, harga emas diproyeksikan menembus Rp 3,8 juta per gram, didorong oleh sejumlah sentimen.
“Prediksi harga emas dunia pada 2026 kemungkinan besar menuju level 5.500 dolar AS per troy ons. Sementara untuk logam mulia di dalam negeri, pada 2026 berpotensi menyentuh Rp 3,8 juta per gram,” kata Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi dalam keterangan suara kepada wartawan, Rabu (24/12/2025).
Ibrahim menerangkan, harga emas dunia saat ini telah merangkak ke level 4.500 dolar AS per troy ons. Harga tersebut berpotensi melanjutkan kenaikan ke posisi 4.550 dolar AS per troy ons pada akhir 2025, lalu terus terkerek memasuki 2026 hingga mencapai level 5.500 dolar AS per troy ons.
Adapun harga logam mulia di dalam negeri saat ini telah mendekati Rp 2,6 juta per gram. Pada akhir 2025, harganya diperkirakan berada di kisaran Rp 2,65 juta hingga Rp 2,7 juta per gram, sebelum kembali naik pada 2026 hingga menembus Rp 3,8 juta per gram.
“Diperkirakan pada 2026 terdapat selisih harga logam mulia sekitar Rp 1,1 juta, dari harga akhir 2025 sebesar Rp 2,7 juta menjadi Rp 3,8 juta per gram,” ujarnya.
Ibrahim menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang mendorong harga emas terus mengalami kenaikan pada 2026. Faktor-faktor tersebut antara lain tensi geopolitik global, dinamika politik Amerika Serikat, kebijakan Bank Sentral Amerika, perang dagang, serta kondisi supply dan demand.
“Pertama masalah geopolitik, kedua perpolitikan Amerika Serikat, ketiga kebijakan Bank Sentral Amerika, keempat perang dagang, dan kelima supply dan demand,” ungkapnya.
Terkait geopolitik, Ibrahim menyebut tensi global kian melebar dan menarik perhatian pasar, mulai dari Timur Tengah, Eropa, Amerika Latin, hingga Laut Asia Timur.
Di Timur Tengah, kondisi geopolitik kembali memanas setelah Iran melakukan uji coba rudal balistik secara masif yang menimbulkan kekhawatiran bagi Israel. Israel bahkan dikabarkan akan melakukan studi banding ke Amerika Serikat untuk mempelajari strategi penyerangan terhadap Iran.
Menurut Ibrahim, ancaman terbesar bagi Israel bukan reaktor nuklir, melainkan rudal balistik. Pengalaman perang sebelumnya menunjukkan rudal balistik menyebabkan kerusakan besar, sementara sistem iron drone tidak mampu menangkal serangan tersebut.
“Kemungkinan besar pada kuartal pertama 2026 akan terjadi perang antara Iran dan Israel yang disetujui Amerika dan NATO,” kata Ibrahim.
Jika perang benar-benar terjadi, dampaknya antara lain terganggunya produksi minyak mentah dan keterlibatan negara-negara lain seperti Lebanon, Suriah, Yaman, dan Irak. Gangguan pasokan minyak tersebut berpotensi mengerek harga emas dunia.
Di Amerika Latin, Ibrahim memprediksi pada kuartal pertama 2026 berpotensi terjadi konflik antara Amerika Serikat dan Venezuela. Venezuela disebut meminta dukungan sejumlah negara, seperti Kolombia, Rusia, Iran, dan China. China dinilai berkepentingan karena impor minyak dari Venezuela mencapai 1,1 juta barel.
Sementara di Eropa, meski telah ada pertemuan membahas gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina, konflik dinilai masih berlanjut. Kedua negara belum menemukan titik temu, terutama terkait tuntutan Ukraina agar wilayahnya dikembalikan Rusia, sementara Rusia tetap bersikeras menguasai sekitar 20 persen wilayah Ukraina.
Kondisi tersebut menyebabkan perundingan menemui jalan buntu. NATO dan Amerika Serikat juga terus mengirimkan bantuan dana dan persenjataan kepada Ukraina. Ibrahim menilai, kegagalan perjanjian damai berpotensi memicu perang besar pada 2026.
Di Laut Asia Timur, tensi geopolitik juga terus meningkat. China terus menekan Taiwan untuk kembali menjadi bagian dari wilayahnya, sementara Taiwan mengklaim sebagai negara independen dan meminta dukungan sekutu seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Amerika Serikat diketahui telah membangun pangkalan militer di dekat Laut China Selatan, Filipina, untuk mengantisipasi kemungkinan konflik dengan China. Taiwan juga dikabarkan menjalin komunikasi dengan Israel terkait teknologi iron drone.
“Ini cukup menarik. Kemungkinan besar yang memicu gelombang kenaikan harga emas dunia adalah konflik di Laut Asia Timur,” ujarnya.

3 hours ago
4




































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344879/original/037827700_1757495713-Kota_Semarang.jpg)









