Soal Insiden Bendera GAM, Muhammadiyah Ajak Semua Pihak Fokus Bantu Korban Bencana

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh meminta semua pihak untuk lebih berfokus pada upaya-upaya menolong para korban banjir bandang di provinsi ujung barat Indonesia tersebut, alih-alih memberi ruang pada tumbuhnya potensi konflik. Pesan itu disampaikan Ketua PWM Aceh, A Malik Musa.

Ia pun mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk aparat TNI, Kepolisian, dan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), agar lebih menjaga kebersamaan untuk pemulihan Aceh pasca-bencana banjir bandang. Terlebih lagi, hingga kini masih banyak korban yang hidup terlunta-lunta dan tanpa tempat tinggal yang layak.

"Menurut hemat saya, konflik-konflik supaya dihindari demi rakyat sedang menghadapi imbas bencana. Semua elemen masyarakat agar bersatu, membantu para korban," ujar A Malik Musa kepada Republika via sambungan telepon pada Jumat (26/12/2025).

Menyikapi insiden antara aparat TNI/Polri dan warga di Kabupaten Aceh Utara pada Kamis (25/12/2025) malam, PWM Muhammadiyah mengimbau seluruh pihak agar menahan diri. Sebab, potensi konflik yang membesar dikhawatirkan dapat memengaruhi arus datangnya bantuan ke Aceh, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

"Kalau di Aceh, sudah sering terjadi propaganda. Apakah benar gerakan dari (mantan) GAM atau bukan, itu susah ditebak. Namun, menurut hemat saya, yang utama adalah supaya konflik dihindari. Kalau ada konflik, takutnya yang membawa bantuan tidak berani masuk (ke Aceh)," katanya.

Malik menambahkan, masyarakat Aceh kini juga memperingati momen 21 tahun pasca-Tsunami dan Gempa Aceh. Jika pada 2004 lalu bencana dahsyat itu menyapu wilayah Aceh dari laut ke daratan, maka pada tahun ini musibah terjadi dari daratan. Menurut tokoh Persyarikatan itu, banjir bandang dan longsor yang terjadi pada akhir tahun 2025 kini terasa seperti "tsunami kedua" bagi Tanah Serambi Makkah.

Hingga kini pun, lanjut dia, masih banyak wilayah yang aksesnya sulit diterobos. Imbasnya, distribusi bantuan pun masih terkendala sehingga menyulitkan para korban.

"Karena musibah besar ini tidak diberi (status) bencana nasional, maka bantuan susah distribusi. Banyak jembatan putus, tidak bisa dilewati ke lokasi bencana," ucap Malik.

Ia pun mengimbau pemerintah pusat agar lebih cepat merespons penanganan pasca-bencana, baik di Aceh, maupun dua provinsi lainnya yang terdampak banjir bandang-longsor, yakni Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Saat ini, kebutuhan mendesak bagi para pengungsi di Aceh ialah hunian sementara.

"Karena, banyak yang tidak punya rumah lagi (akibat diterjang banjir bandang). Ada yang rumahnya masih ada, tapi tidak bisa pulang karena penuh tanah, lumpur. Banyak yang kemudian tidur di pinggir-pinggir jalan atau tenda-tenda darurat," kata Malik.

Sebelumnya diberitakan, anggota TNI dari Korem 011/Lilawangsa membubarkan aksi sekelompok masyarakat yang membawa bendera Bintang Bulan Merah, bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Lhokseumawe, Kamis (25/12/2025). Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Ali Imran mengatakan, dari pembubaran aksi tersebut, militer menangkap satu orang peserta aksi lantaran kedapatan membawa senjata tajam dan pistol.

“TNI membubarkan kelompok pembawa bendera GAM yang melakukan aksi di tengah jalan. Dan seorang pria bawa senjata api pistol dan rencong diamankan,” begitu kata Kolonel Ali Imran.

Seorang tokoh Aceh, Tsani kepada Republika menyampaikan, ricuh warga dengan TNI itu bermula dari konvoi masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor untuk membawa bantuan kemanusiaan ke wilayah Aceh Tamiang. Dan konvoi tersebut dilakukan hanya sebagai respons antara sesama masyarakat untuk saling membantu sesama warga Aceh yang menjadi korban bencana banjir dan tanah longsor.

“Masyarakat yang akan mengantarkan itu menuju ke Aceh Tamiang. Cuma mereka (dalam konvoi) memakai bendera Bintang Bulan,” kata Tsani, Kamis (25/12/2025).

Saat konvoi tersebut berada di kawasan Simpang Kandang, di Kota Lhokseumawe, sejumlah prajurit TNI melakukan pengadangan. Dan kata Tsani, para anggota TNI itu meminta agar peserta konvoi tak turut membawa bendera-bendera Bintang Bulan. Akan tetapi, para peserta konvoi menolak seruan para anggota TNI itu. “Jadi TNI menurunkan bendara Bintang Bulan. Dan terjadilah kericuhan,” kata Tsani.

Bendera Bintang Bulan selama ini, identik sebagai salah satu simbol perjuangan masyarakat Aceh. Dan bendera Bintang Bulan berwarna merah itu selama ini dianggap sebagai lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dari rekaman video yang dikirimkan kepada Republika, keributan masyarakat Aceh dengan anggota-anggota TNI itu terjadi di jalan raya.

Sekelompok warga yang semuanya laki-laki mengenakan pakaian biasa sehari-hari membawa bendera-bendera putih. Mereka berhadap-hadapan dan saling teriak dengan prajurit-prajurit TNI berseragam loreng dengan menenteng senjata-senjata laras panjang.

Video berdurasi satu menit tiga puluh detik itu sempat merekam anggota TNI yang melepaskan hantaman popor senjata ke seorang warga peserta aksi konvoi. Dan dalam video itu juga terekam seorang warga yang mengenakan pakaian biasa, meninju seorang anggota TNI. Dalam video itu juga, terekam beberapa prajurit TNI yang mengenakan seragam dan membawa senjata laras panjang mendatangi mobil truk peserta konvoi yang memasang kain putih dengan tulisan ‘Tetapkan Bencana Nasional’.

Read Entire Article
Food |