Bawang merah illegal mengandung organisme pengganggu tumbuhan karantina SYSV.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Aceh memusnahkan bawang merah dan pakaian bekas ilegal hasil penindakan di bidang kepabeanan.
Pemusnahan dilaksanakan secara simbolis di Kantor Bea Cukai Banda Aceh pada Kamis (13/3/2025), selanjutnya pemusnahan dilaksanakan secara keseluruhan di PT Solusi Bangun Andalas, Lhoknga, dengan cara dibakar.
Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kanwil Bea Cukai Aceh, Muparrih, mengungkapkan barang-barang tersebut merupakan hasil penindakan Unit Patroli Laut Bea Cukai Aceh pada Rabu (12/2/2025).
“Dalam operasi tersebut, Unit Patroli Laut berhasil menggagalkan upaya pemasukan barang impor ilegal sejumlah 1.768 karung bawang merah dan 28 karung pakaian bekas,” kata Muparrih dalam keterangan yang dikutip Selasa (8/4/2025).
Muparrih mengatakan total nilai barang hasil penindakan ini mencapai Rp 755.395.638 dengan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan kurang lebih Rp 1.729.856.115.
Dari jumlah total bawang merah yang disita, sebanyak 1.765 karung dimusnahkan, dua karung menjadi barang bukti di pengadilan, dan satu karung untuk pengujian laboratorium Karantina. Sementara itu, pakaian bekas yang dimusnahkan berjumlah 26 karung, dan dua karung lainnya dijadikan barang bukti di pengadilan.
Menurut hasil penyidikan, tindak pidana kepabeanan yang terjadi dalam kasus ini berupa pengangkutan barang impor yang tidak tercantum dalam manifes, sebagaimana diatur dalam Pasal 7A ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
Uji laboratorium yang dilakukan oleh Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Nangroe Aceh Darussalam terhadap bawang merah ilegal tersebut menunjukkan hasil positif mengandung organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) shallot yellow stripe polyvirus (SYSV) dan tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan.
Jika virus SYSV menyebar hingga ke lahan pertanian di Sigli dan Takengon, dipastikan panen dan produksi bawang di Aceh mengalami penurunan drastic sehingga menyebabkan kerugian besar bagi para petani.
Muparrih menegaskan, pemusnahan ini merupakan bentuk nyata komitmen Kanwil Bea Cukai Aceh menjalankan tugas sebagai community protector yaitu melindungi masyarakat dari barang-barang ilegal dan berbahaya serta memastikan keamanan dan standar produk yang masuk ke Indonesia.
“Kanwil Bea Cukai Aceh berkomitmen menjaga dan melindungi masyarakat Indonesia dari pemasukan barang yang dapat membahayakan serta mengancam keselamatan bangsa,” pungkasnya.