REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Sejumlah surat kabar, media dan situs media sosial Iran telah mendiskusikan kemungkinan perang lagi, menyerukan persatuan nasional untuk menggagalkan serangan militer lebih lanjut terhadap Iran.
Menurut laporan koresponden Aljazeera di Teheran, Noureddine Aldaghir, surat kabar reformis Sharq memberi judul editorialnya "Skenario Perang Kedua", yang membahas kemungkinan perang lagi, dan menekankan pentingnya persatuan nasional untuk menggagalkan serangan baru.
Pada platform X, aktivis Mohammad Yar Ahmad mempertanyakan kemungkinan perang baru, sementara aktivis lain mengesampingkan perang baru antara Iran dan Israel dalam waktu dekat.
Kemungkinan perang baru juga muncul di televisi pemerintah Iran, dengan profesor Universitas Teheran Ebrahim Mottaki mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa Amerika Serikat dan Israel akan melancarkan perang baru di negara itu dalam waktu sepekan.
Televisi pemerintah juga menayangkan wawancara dengan Ali Larijani, seorang penasihat pemimpin Iran, yang berbicara tentang saat-saat ketika sebuah sesi Dewan Keamanan Nasional Tertinggi menjadi sasaran dan Pemimpin Ali Khamenei menjadi sasaran.
Dia juga menekankan negosiasi tersebut merupakan taktik Amerika Serikat untuk melancarkan perang.
Surat kabar internasional terus memusatkan perhatian mereka pada dampak perang Israel-Iran dan kemungkinan pembaruannya di masa mendatang.
Media juga menyoroti kesiapan tentara pendudukan untuk perang multi-barisan dengan Iran dan proksi-proksi mereka di wilayah tersebut.
Aljazeeraa.net melaporkan sejumlah analisis dari beberapa media internasional, dikutip Senin (30/6/2025).
Sebuah artikel di surat kabar Inggris The Guardian memperingatkan kerapuhan gencatan senjata antara Israel dan Iran dan menyatakan bahwa gencatan senjata itu bisa berakhir kapan saja.
Menurut artikel tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sedang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional, menggunakan konflik ini sebagai alat untuk tetap berkuasa dan menghindari pertanggungjawaban.
The Guardian menyamakannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam ketergantungannya pada perang yang tak berkesudahan.
Rezim Iran dapat mengambil keuntungan dari situasi ini untuk meningkatkan program nuklirnya atau membeli senjata dari negara-negara seperti Korea Utara, kata artikel tersebut.
BACA JUGA: Serangan Rudal Iran Dahsyat, tapi Mengapa Korban Israel Sedikit? Ternyata Ini Penjelasannya
Para pemimpin politik memicu konflik untuk keuntungan pribadi sementara warga sipil harus menanggung akibatnya.
Gencatan senjata antara Tel Aviv dan Teheran mulai berlaku pada 24 Juni, menyusul perang yang dimulai Israel pada 13 Juni dengan tujuan untuk melenyapkan program nuklir dan rudal Iran.